Jumat, 14 Maret 2008

Masjid dan Waqof - 2

  1. Tanya :

Bagaimana hukumnya menggelar sajadah dimasjid yang nantinya akan ditempati sholat pada hari jum’ah ?

Jawab :

Hukumnya haram menurut Imam Habibi dan makruh menurut Imam Barnawi.

Keterangan:

  • Hamisy Bujairomi ‘Alal Manhaj Juz I Hal 402


  1. Tanya :

Musholla yang sudah diwaqofkan apakah boleh dijadikan masjid ?

Jawab :

Tidak boleh, karena barang waqofan sudah menjadi milik Allah, artinya tidak boleh ditasarufkan/dibelanjakan/dimanfaatkan (seperti dijual, diwaqofkan, dll) oleh manusia lagi.

Keterangan:

  • Al Mahali Juz III Hal 105

  • Fathil Qorib Hamisy Bajuri Juz II Hal 42


  1. Tanya :

Apakah sah waqof yang diisyaratkan adanya nadzir (orang yang memelihara waqofan) harus dari hakim dan hakim tersebut boleh mencari ganti ?

Jawab :

Waqof dengan persyaratan tersebut sah serta harus dilaksanakan kecuali dalam keadaan dlorurot.

Keterangan:

  • Al Bajuri Juz II Hal 47

  • Bujairomi ‘Alal Manhaj Juz II Hal 208

Masjid dan Waqof - 1

  1. Tanya :

Ada orang waqof dengan berkata “Tanahku 100 m2 ini aku jadikan masjid”. Kemudian apakah boleh diatas tanah tersebut dibangun WC (bangunan selain masjid) ?

Jawab :

Tidak boleh, karena pembangunan WC bisa merubah nama asal barang yang diwaqofkan, padahal perkataan orang yang waqof “aku jadikan masjid” berarti menjadikan tanah tersebut dihukumi masjid semua (harus dijadikan masjid).

Keterangan:

  • Al Mahali Juz III Hal 105 dan 151


  1. Tanya :

Bagaimana definisi serambi masjid yang sah digunakan untuk I’tikaf ?

Jawab :

Yaitu setiap tempat yang dibuat batas masjid, sekalipun tidak diketahui waqofan atau tidaknya.

Keterangan:

  • Hamisy Bujairomi ‘Alal Khotib Juz II Hal 357


  1. Tanya :

Apabila ada tanah yang diwaqofkan untuk masjid apakah yang sah digunakan untuk I’tikaf tanah yang dibangun masjid saja atau keseluruhan tanah ?

Jawab :

Apabila waqif (orang yang mewaqofkan) bertujuan agar semua tanah dijadikan masjid semua maka semuanya sah digunakan I’tikaf meskipun diluar bangunan masjid. Apabila tujuannya agar dibangun masjid diatas tanah tersebut, maka yang sah untuk I’tikaf hanya tanah yang dibangun masjid saja. Dan apabila tidak diketahui tujuannya maka mengikuti kebiasaan daerah tersebut.

Keterangan:

  • Khasyiyah Syarwani Juz VI Hal 240

Jum'ah

  1. Tanya :

Sebagian ulama mengatakan baha sholat jum’ah yang dilakukan oleh orang yang kurang dari 40 adalah sah dan boleh diamalkan. Kemudian bagi orang yang mengamalkan pendapat tersebut apakah disyaratkan mengetahui ulama yang berpendapat itu ?

Jawab :

Tidak harus mengetahui ulama yang mengatakannya.

Keterangan:

  • Baghyatul Musytarsyidin Hal 10

  • I’anatut Tholibin Juz II Hal 59


  1. Tanya :

Bagaimana hukumnya mengedarkan kotak infaq diantara barisan orang yang sedang melaksanakan jum’ah pada waktu khutbah jum’ah dibaca ?

Jawab :

Hukumnya makruh.

Keterangan:

  • Khasyiyah Al Jamal Juz II Hal 36


  1. Tanya :

Khutbah jum’ah yang didengar oleh 40 orang secara bergantian, seperti khutbah awal didengar 20 orang kemudian bubar, ketika khutbah kedua diganti 20 orang yang lain. Demikian tadi apakah sudah mencukupi khutbahnya ?

Jawab :

Khutbahnya belum mencukupi untuk khutbah jum’ah.

Keterangan:

  • Nihayatul Munhaj Juz II Hal 296


  1. Tanya :

Seseorang transmigrasi ke Sumatra misalnya, kemudian dia bertujuan menetap didaerah itu apabila betah dan kembali ke jawa apabila tidak betah. Ketika didaerah tersebut apakah sudah dikatakan Istithon (berdomisili) yang termasuk hitungan 40 orang yang mengesahkan sholat jum’ah ?

Jawab :

Orang tersebut tidak termasuk Istithon dengan demikian dia tidak termasuk hitungan 40 yang mengesahkan sholat jum’ah.

Keterangan:

  • Hamisy Bujairomi ‘Alal Manhaj Juz I Hal 385

  • Nihayatul Muhtaj Juz II Hal 294


Jama'ah

    1. Tanya :

Apakah mendapat fadilah jama’ah bagi wanita yang berjama’ah dengan imam laki-laki yang mana wanita tersebut bertempat ruang disamping masjid atau musholla, seperti yang terjadi disebagian daerah ?

Jawab :

Tidak mendapat fadilah jama’ah serta hukumnya makruh, karena tempat wanita tersebut tidak sesuai dengan urutan barisan jama’ah yang semestinya bertempat dibarisan paling belakang. Begitu pula Imam yang ada di pengimaman juga tidak mendapat fadilah jama’ah.

Keterangan:

  • Khasyiyah Mahali Juz I Hal 239

  • I’anatut Tholibin Juz II Hal 25


    1. Tanya :

Sampai dimana batasan wanita dikatakan musytahat (mengundang daya tarik lelaki) sehingga makruh menghadiri jama’ahnya orang lelaki ?

Jawab :

Batasnya adalah sekiranya menurut umumnya lelaki yang berwatak normal wanita tersebut sudah memiliki daya tarik.

Keterangan:

  • I’anatut Tholibin Juz I Hal 64


    1. Tanya :

Ada orang sholat berjama’ah yang makmumnya Cuma satu dan bertempat disebelah kanan imam, lalu datang makmum lainnya bertempat disebelah kiri imam, setelah keduanya mundur atau imamnya maju, apakah untuk menghasilkan fadilah jama’ah kedua makmum harus merapat ?

Jawab :

Kedua makmum tidak harus merapat.

Keterangan:

  • Bujairomi ‘Alal Manhaj Juz I Hal 319


    1. Tanya :

Pada saat sholat berjama’ah, imamnya mendadak meninggal dunia. Apakah bagi makmum wajib mufaroqoh (memisahkan diri dari jama’ah) ?

Jawab :

Tidak wajib niat mufaroqoh.

Keterangan:

  • Bujairomi ‘Alal Manhaj Juz I Hal 324


    1. Tanya :

Pada waktu sholat Ied, apabila makmum membaca basmalah karena lupa atau disengaja sedangkan imam masih takbir sunnah, apakah makmum tersebut disunnahkan mengikuti imam (kembali mengikuti takbir sunnah) ?

Jawab :

Tidak disunnahkan mengikuti takbir imam, kerna tempat takbir sunnah sudah hilang.

Keterangan:

  • Madzhabul Arba’ah Juz I Hal 337

Sholat - 2

    1. Soal :

Adakah referensi tentang bacaan “Sholluu Sunnatat Taroowihi ….(sampai akhir bacaan)” yang biasa dibaca pada waktu akan melakukan jama’ah sholat tarawih ?

Jawab :

Ada referensinya.

Keterangan:

  • Al Qulyubi Juz I Hal 125


    1. Soal :

Ada orang yang bepergian jauh, diwaktu Dzuhur niat menjama’ ta’khir dengan sholat Ashar. Akan tetapi pada waktu sholat ashar dia sudah sampai dirumah dan belum melakukan sholat jama’. Demikian tadi sholat dzuhurnya termasuk dijama’ atau di qodlo ?

Jawab :

Sholat dzuhurnya termasuk di Qodlo.

Keterangan:

  • Fathil Wahhab Juz I Hal 72


    1. Soal :

Ada orang pergi keluar jawa, kemudian kawin dan menetap disana. Kemudian apabila dia menjenguk orang tuanya yang ada dijawa apakah boleh meng-qoshor/jama’ sholat dirumah orang tuanya ?

Jawab :

Orang tersebut boleh meng-qoshor dan menjama’ sholat.

Keterangan:

  • Madzhibul Arba’ah Juz I Hal 482


    1. Soal :

Bagaimana hukumnya mengulurkan tangan didepan orang yang sholat karena akan berjabat tangan dengan orang yang ada disisi orang yang sedang sholat atau selainnya ?

Jawab :

Hukumnya haram apabila orang yang sholat tadi sudah menepati syarat-syarat disunnahkannya menolak orang lewat didepannya (yaitu sholat dengan menggunakan penghalang seperti menghadap tembok, tiang atau menggunakan sajadah).

Keterangan:

  • Nihayatul Muhtaj Juz II Hal 54


Sholat - 1

    1. Soal :

Orang was-was ketika membaca fatihah diulang-ulang seperti “Bis…bis..Bismillahir ROhmanir Rohim” apakah batal sholatnya ? Padahal Bis…Bis.. bukan termasuk Al-Qur'an dan dzikiran ?

Jawab :

Sholatnya tidak batal, apabila pembacaan yang diulang-ulang tadi disengaja qiro’ah, jika tidak disengaja demikian maka sholatnya batal.

Keterangan:

  • Baghyatul Musytarsyidin Hal 41


    1. Soal :

Seseorang pada waktu mudanya bacaan fatihahnya fasih, akan tetapi setelah lanjut usia dan giginya ompong bacaan fatihahnya berubah, sampai merubah makna. Apakah bacaan orang tersebut sah ketika sholat ?

Jawab :

Bacaannya sah dan tetap mencukupi untuk sholat sendiri dan sah untuk menjadi imam bagi orang yang sama cedal/pelatnya.

Keterangan:

  • Nihayatuz Zein Hal 61


    1. Soal :

Bagaimana hukumnya makmum atau orang yang sholat sendirian mengeraskan bacaan dzikir dalam sholat yang disunnahkan mengecilkan suara tanpa tujuan juga tidak ada perkara yang memalingkan bacaan (shorif), seperti orang permisi ?

Jawab :

Hukumnya makruh apabila tidak mengganggu orang lain dan jika sampai mengganggu maka haram.

Keterangan:

  • Minhajul Qowim Hal 20

  • Hamisy Al Jamal Juz I Hal 431


    1. Soal :

Ada orang sholat lupa tidak membaca sebagian fatihah, seperti sampai bacaan “Ihdinash Shirotol Mustaqim ….” langsung ruku’, I’tidal dan sujud, kemudian pada waktu sujud dia ingat bahwa fatihahnya kurang sempurna. Apa yang harus dilakukan orang tersebut ?

Jawab :

Orang tersebut harus langsung bangun dari sujud untuk meneruskan bacaan yang terlupakan dan tidak perlu mengulangi dari awal bacaan fatihah, meskipun ayat-ayatnya sudah terpisah dengan ruku’, I’tidal dan sujud, karena terpisahnya/tidak berurut-urutannya bacaan fatihah disebabkan oleh udzur.

Keterangan:

  • Bujaromi ‘Alal Manhaj Juz I Hal 339


    1. Soal :

Adakah qoul yang membolehkan sholat tanpa I’tidal dan duduk diantara dua sujud ?

Jawab :

Ada, akan tetapi khusus untuk sholat sunnah saja.

Keterangan:

  • Al Anwar Al Ardabili Juz I Hal 64

Wudlu, Mandi dan Tayammum - 2

    1. Tanya :

Bagaimana hukumnya tayamum untuk sholat bagi orang yang bingung tidak mengetahui arah kiblat ?

Jawab :

Ulama berbeda pendapat, menurut Ibnu Hajar tidak boleh dan tidak sah, sedangkan menurut Imam Romli boleh dan sah.

Keterangan:

  • Itsmidil ‘Ainaini Hamisy Bughyah Hal 13


    1. Tanya :

Bolehkah tayamum dikarenakan terlalu dingin ?

Jawab :

Boleh, akan tetapi wajib mengulang sholat yang dilakukan dengan cara tayamum tersebut.

Keterangan:

  • At Tahrir Hal 11

Wudlu, Mandi dan Tayammum - 1

    1. Tanya :

Wajibkah membasuh tangan sambungan ketika wudlu ?

Jawab :

Wajib, apabila tangan sambungan tersebut dilepas menyebabkan diperbolehkannya tayamum

Keterangan:

  • Fatawi Kubro Juz I Hal 60


    1. Tanya :

Jika pada seseorang berkumpul dua hadast besar seperti perempuan yang melahirkan dan sekaligus nifas, bagaimana cara mandinya ?

Jawab :

Caranya cukup mandi satu kali dengan niat menghilangkan dua hadast besar tersebut, atau salah satunya.

Keterangan:

  • Al Bajuri Juz I Hal 78


    1. Tanya :

Sampai dimana batas berlebihan menggunakan air (isrof) dalam mandi sehingga diharamkan ?

Jawab :

Sampai melebihi dari air yang cukup untuk membasuh anggota (contoh : satu bejana cukup untuk membasuh kepala, akan tetapi menggunakan dua buah bejana) walaupun tidak melebihi tiga basuhan yang pertama atau kedua.

Keterangan:

  • Kasyifatus Saja Hal 25


    1. Tanya :

Bagaimana hukumnya mandi hadast besar seperti junub, haid dan nifas yang sebelumny memotong kuku atau mencukur rambut ?

Jawab :

Mandinya sah, hanya saja sunnah tidak melakukan perkara tersebut sebelum mandi, karena bagian dari badan yang dipotong / dihilangkan sebelum mandi nantinya diakherat akan dikembalikan lagi dalam keadaan masih mengandung hadast.

Keterangan:

  • Nihayatuz Zein Hal 31


    1. Tanya :

Debu yang sudah digunakan untuk tayamum, kemudian dibasuh air apakah bisa suci mensucikan, sehingga sah untuk digunakan tayamum lagi ?

Jawab :

Debu tersebut tetap suci akan tetapi tidak menyucikan.

Keterangan:

  • As Syarqowi Juz I Hal 106

Thoharoh - 2

    1. Tanya :

Ada orang makan daging babi dalam keadaan tidak tahu yang dimakan adalah daging babi, selang satu bulan orang itu baru tahu. Bagaimana sholat yang dikerjakannya selama satu bulan dan bagaimana pula mulutnya apakah wajib dibasuh tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan debu (seperti cara bersuci dari najis mugholadhoh) ?

Jawab :

Orang tersebut wajib meng-qodlo (mengulang) sholat selama satu bulan, sebelum meng-qodlo wajib membasuh mulutnya tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan debu.

Keterangan:

  • Hamisy Bujairomi ‘Alal Manhaj Juz I Hal 242


    1. Tanya :

Apakah berlumuran dengan najis yang diharamkan itu tertentu pada badan dan pakaian saja ? Atau juga berlaku pada barang-barang yang lain ?

Jawab :

Hukum keharamannya hanya tertentu pada badan dan pakaian yang dipakai saja bukan pada barang lain.

Keterangan:

  • Nihayatul Munhaj Juz II Hal 15


    1. Tanya :

Bagaimana hukumnya orang tua yang membiarkan anaknya yang masih kecil pada waktu ia mengetahui bahwa anaknya sedang kencing/berak dengan menghadap kiblat tanpa penutup ?

Jawab :

Hukumnya haram bagi orang tua tersebut.

Keterangan:

  • Hamisy Fatawi Qubro Juz I Hal 33-34

Thoharoh - 1

    1. Tanya :

Air kolam tempat membasuh kaki (kobokan) yang mencapai dua kolah seperti yang ada dimasjid-masjid apabila berubah warna dan baunya, apakah masih suci dan mensucikan atau tidak ?

Jawab :

Hukum air tersebut tetao suci dan mensucikan, kecuali kalau perubahannya jelas disebabkan oleh najis.

Keterangan:

  • Bujairomi “Alal Manhaj Juz I Hal 21

  • Al Jamal “Alal Manhaj Juz I Hal 33


    1. Tanya :

Jika air yang biasanya bercampur dengan najis diberi obat kemudian menjadi jernih seperti biasa, apakah air tersebut bisa suci lagi ?

Jawab :

Hukumnya air tersebut bisa suci kembali apabila sifat-sifat obat dan najis (bau, rasa dan warna) tidak tampak atau hilang sama sekali.

Keterangan:

  • Al Qulyubi Juz I Hal 22

  • Bujairomi ‘Alal Manhaj Juz I Hal 26


    1. Tanya :

Telah kita ketahui bahwa orang yang buang hajat tidak boleh menghadap kearah kiblat, lau apakah air sudah cukup sebagai tutup dari kiblat, seperti orang yang buang hajat didalam air atau disebelah timur air terjun ?

Jawab :

Air tersebut dapat mencukupi sebagai tutup dari kiblat bagi orang yang sedang buang hajat.

Keterangan:

  • Bujairomi ‘Alal Manhaj Juz I Hal 55


    1. Tanya :

Bolehkah kencing atau cebok dengan membuka aurat didekat orang lain ? mengingat hal ini termasuk hajat untuk membuka aurat apabila khawatir terkena najis.

Jawab :

Tidak boleh (haram), sebab diperbolehkan membuka aurat karena ada hajat itu berada ditempat yang sepi (tidak ada orang lain)

Keterangan:

  • Al Fatawi Kubro Juz I Hal 48


    1. Tanya :

Bagaimana caranya menyucikan najis mugholadhoh diwaktu tidak ada air ?

Jawab :

Menurut Imam tiga (Maliki, Syafi’I, dan Hambali) tidak ada cara untuk menghilangkan dengan menggunakan selain air.

Keterangan:

  • Rahmatul Umah Hal 5

Al-Qur’an dan Ilmu - 2

  1. Tanya :

Bagaimana hukumnya membaca basmalah sebelum basmalahnya surat Al-Fatihah ?

Jawab :

Tidak sunnah, karena basmalah merupakan permulaan dan perkara yang dimuai dengan basmalah tidak disunnahkan dimulai dengan basmalah lagi.

Keterangan:

  • Sittinal Mas’alah Hal. 7


  1. Tanya :

Bagaimana hukumnya membawa kurasan (lembaran-lembaran) kitab tafsir Al-Qur'an Al-jalalain serta menyentuh tulisan Al-Qur'an bagi orang yang tidak mempunyai wudlu ?

Jawab :

Hukum membawanya diperinci :

  1. Apabila tafsirnya diyakini lebih banyak maka hukumnya boleh

  2. Apabila tafsirnya diyakini lebih sedikit maka hukumnya haram

  3. Apabila diragukan sedikit dan banyaknya maka menurut Imam Romli haram, kalau sama dan lebih banyaknya menurut Imam Ibnu Hajar boleh

Sedangkan hukum menyentuh tulisan Al-Qur'an juga diperinci :

  1. Apabila yang disentuh hanya tulisan Al-Qur'annya saja maka haram

  2. Apabila beserta dengan tafsirnya maka boleh, jika tafsirnya lebih banyak dan jika sama atau lebih sedikit maka haram.

Keterangan:

  • Ianatuth Tholibin Juz I Hal. 66-67


  1. Tanya :

Bagaimana hukumnya bersuci / cewok dengan tangan yang terdapat cincin yang bertuliskan lafadz Allah ?

Jawab :

Hukumnya haram, jika najisnya mengenai lafadz Allah dan penulisn lafadz Allah dimaksudkan untuk Tabarruk (mengharap barokah) seperti cincin azimat yang sudah berlaku, tetapi jika penulisannya dimaksudkan untuk menandai cincin saja maka hukumnya tidak haram sekalipun najisnya mengenai lafadz Allah.

Keterangan:

  • Jamal Alal Manhaj Juz I Hal. 82


  1. Tanya :

Sebagaimana berlaku disebagian daerah mengadakan jam’iyyah qiro’ah surat Al-Ikhlas 1000 kali tiap-tiap hari jum’ah yang pahalanya dihadiahkan khusus pada orang yang mati lebih dahulu dari jam’iyyah tersebut secara berurutan. Bagaimana hukumnya dan pahalanya apakah bisa sampai apabila orangnya masih hidup semua ?

Jawab :

Hukumnya sunnah dan pahalanya bisa sampai meskipun orangnya masih hidup, karena jika orang yang bershodaqoh kemudian pahalnya dihadiahkan pada orang lain maka pahalanya bisa sampai, padahal membaca surat Al-Ikhlas yang termasuk dalam Al-Qur'an hukumnya sama dengan bershodaqoh.

Keterangan:

  • Hamsy ‘Ianatut Tholibin Juz III Hal. 222


  1. Tanya :

Bagaimana hukumnya memanggil (nida’ ) pada Allah diwaktu berdo’a dengan huruf nida’ hamzah ?

Jawab :

Tidak boleh, karena semisal lafadz Allah huruf nida’nya harus memakai Ya (Ya Allah).

Keterangan:

  • Asmuni Humisy Shoban Juz III Hal. 24

  • Mughni Labib Juz II Hal. 41

Al-Qur’an dan Ilmu - 1

  1. Tanya :

Apakah orang yang terus menerus hadast seperti orang yang beser boleh menyentuh mushaf (Al-Qur’an) ?

Jawab :

Boleh apabila orang tersebut beum hadast dengan hadast selain hadastnya yang terus-menerus (beser).

Keterangan:

  • Bujairomi ‘Alal Manhaj Juzz I Hal. 46

  • Busyrol Karim Juz I Hal. 28


  1. Tanya :

Bagaimana hukumnya memasukkan tulisan Al-Qur'an kedalam botol lalu ditutup rapat sekiranya tidak kemasukkan nasji dan dikubur bersama dengan mayit ?

Jawab :

Hukumnya boleh, apabila sudah jelas tidak kemasukkan najis.

Keterangan:

  • As Syarqowi Juz I Hal. 345


  1. Tanya :

Orang yang membeli Al-Qur'an untuk dijual kembali apakah disyaratkan harus islam ?

Jawab :

Disyaratkan harus islam, karena orang kafir memiliki Al-Qur'an termasuk penghinaan yang bisa menyebabkan tidak sahnya jual beli.

Keterangan:

  • Bujairomi ‘Alal Khotib Juzz III Hal.174


  1. Tanya :

Bagaiman hukumnya mengeraskan bacaan Al-Qur'an didekat orang yang sedang tidur ?

Jawab :

Makruh jika bacaan tersebut mengganggu. Hanya saja menurut Ibnu Hajar hal tersebut haram jika dilakukan didalam masjid.

Keterangan:

  • Fathul Mu’in Hamsy ‘Ianah Juzz II Hal. 89


  1. Tanya :

Fadilah surat Al-mulk yang disebut didalam hadist apabila diwiridkan dapat menolak siksa kubur jika dibaca dimalam hari saja, apakah bisa juga demikian apabila dibaca/diwirid pada siang hari ?

Jawab :

Tidak bisa, namun dalam kitab Rohul Bayan terdapat keterangan yang mengatakan “Barang siapa yang membaca surat Al-mulk pada waktu siang atau malam maka orang tersebut telah berbuat kebaikan dan memperbanyak amal”.

Keterangan:

  • Khozinatul Asror Hal. 170-171